Pemerintahan Swapraja :
Kegiatan Pemerintahan Zelfbestuur/Swapraja dan Onderafdeling/Kabupaten untuk kegiatan sehari-hari terdiri dari 5 anggota Pemerintahan Swapraja: pimpinan administratif berada ditangan KaraEng Tumabicara Butta, yang sekaligus adalah pemegang kas dan pengatur anggaran keuangan daerah.
Untuk pembagiannya silahkan dilihat skema kerja yang disusun pada bulan Maret, sekalipun jangan itu dianggap lengkap; secara kritis pandangan saya termuat dalam laporan tersebut (lihat lampiran).
Perhatian Raja sewaktu-waktu saja bagi pelaksanaan pemerintahan. Untuk itu bisa dirujuk kepada laporan-laporan saya.
Tugas Penasehat pada Pemerintahan Swapraja yang lemah ini, jauh dari ringan. Tidak mungkin hanya menunggu-nunggu, dan akan berdampak kehilangan waktu dan kehormatan. Tidak hanya harus diberi instruksi dalam hal pengetahuan mengenai ketetapanketetapan, tetapi juga dalam hal pelaksanaannya. inisiatif untuk bertanya lebih lanjut atau mencoba mencari tahu bagaimana dan apa yang harus dilakukan, jarang dilakukan. Pemerintahan yang dibagi atas 5 bagian, bekerja dengan kaku dan lamban; perluasan bidang kerja tidak dianjurkan (walau kadang timbul keinginan untuk menciptakan lebih banyak jabatan), sampai kapanpun.Hai ini karena Kontrolir Penasehat, hanya Asisten Residen, tidak mendapat informasi melalui surat menyurat yang resmi, sehingga ia terpaksa terus menerus bertanya, dengan inisiatif pribadi mencari tahu dan mengingatnya, dengan melakukan perjalanan keliling, menghadiri pertemuan-pertemuan, dsb sehingga bisa memperoleh gambaran kondisi pemerintahan yang “up to date”.
Sekalipun melakukan berbagai kegiatan itu, orang tetap akan tahu, bahwa terutama hal-hal penting yang perlu pertimbangan, bukan hanya secara kebetulan saja hal itu mendapat perhatian.
Dari pihak pegawai pemerintahan, kepala masyarakat adat serta kepala distrik (setingkat kecamatan), penulis laporan ini mendapat kerjasama penuh.
Pembicaraan dan perjalanan keliling harus selalu dilakukan bersama dengan satu atau lebih anggota Pemerintahan Swapraja untuk mencegah rasa curiga dan untuk kejelasan bagi anggota Pemerintahan Swapraja. Para kepala Dinas dan tamu-tamu dirujuk kepada Raja dan Karaeng Tumabicara. juga jika ada Panggilan melalui telepon atau untuk meneruskan pesan. Rapat dengan para kepala adat dilakukan pada tanggal i setiap bulan dan sebaiknya dihadiri oleh semua kepala distrik dan pegawai tehnis.
Laporan dan Buku Harian
Pemerintahan Swapraja sebulan sekali harus menyerahkan laporan yang menyeluruh. Dalam penyusunannya calon Kontrolir memberikan bantuan. Para kepala distrik harus menyerahkan buku harian dan rancangan/konsep laporan bulanan; dan para pengawas dan sebagainya dan perwakilan dinas-dinas tehnis menyerahkan tembusan laporan bulanan mereka kepada kepala-kepala dinas masing-masing. Namun hampir tidak mungkin untuk memperoleh 120 laporan bulanan itu pada waktunya untuk menyusunnya sebagai laporan bulanan Pemerintahan Daerah/Landschap.
Selanjutnya para kepala distrik juga harus menyerahkan salinan daftar dari kepolisian serta__berkas vonis dari Hadat Kecil, dengan laporan keterlambatan denda serta data-data statistik lainnya berkaitan dengan pengadilan perkara pelanggaran.
Penesahat, menyerahkan laporan dua mingguan mengenai segala permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan pemerintahan, dilengkapi dengan penjelasan statistik, lihat berkas laporan dan edaran Residen Sulawesi Selatan No, 1008/Rahasia Calon Kontrolir harus menyerahkan buku harian setiap dua minggu.
Selanjutnya semua pegawai (Pemda) yang memperoleh ongkos perjalanan harus membuat pertanggung-jawaban mengenai perjalanan dan akomodasi, berikut biaya yang dikeluarkan untuk itu, dan lain-lain untuk penilaian mengenai kepentingan dan jumlah biaya tunjangan tersebut.
Pemerintahan Distrik/Kabupaten
Kabupaten Gowa memiliki 4 distrik (Karuwisi, Limbung, Bontonompo dan Malakaji) dimana terdapat adat istiadat bahwa yang ditunjuk sebagai kepala distrik adalah seorang “Ana” Karaeng", kecuali Limbung yang dipimpin oleh seorang (Pembantu) Assisten Pemerintah-. Sebelum ini di Malakaji juga ditempatkan seorang pegawai pemerintahan, namun sekarang seorang Karaeng Tompobulu, dan berdasarkan pengalaman, ternyata sudah 9 bulan ia dapat melaksanakan tugasnya sendiri. Distrik-distrik lainnya juga dapat dianggap sebagai masyarakat adat yang ketua adatnya dipilih (Mangasa, Tombolo, BorongloE, Patalasang, Manuju, Borisallo, Parigi dan Pao). Sebagai awal demokratisasi pada bulan Mei yang lalu dipilih seorang kepala distrik yang baru di Karuwisi dan bukannya ditunjuk oleh Raja dari antara kerabat terdekatnya. Hasilnya tetap sama, namun secara mental cara ini besar dampaknya bagi para pemilih, yakni para kepala kampung dan guru kampung. Setelah pemilihan terakhir tersebut, kemudian diangkat kepala-kepala distrik secara difinitif ditempat-tempat yang lain, kecuali di Pao; pejabat Aru Pao yang sekarang sama sekali tidak cocok untuk jabatan ini dan harus segera diganti. Raja Gowa sudah berulang-ulang diingatkan mengenai hal ini.
Pada Keputusan Pemerintahan Swapraja tanggal 1 Mei 1948 No 59 Malino dipisahkan dari masyarakat adat Parigi dan dinyatakan sebagai daerah yang mandiri dibawah pemerintahan langsung dari Pemerintahan Swapraja, yang secara lokal dilaksanakan oleh seorang Asisten Pemerintah; alasan-alasan untuk itu telah diuraikan dalam surat menyurat terkait.
Yang masih harus diselesaikan adalah status hukum pengadilan bagi distrik yang baru ini; jalan keluar yang terbaik untuk ini adalah bahwa asisten pemerintahan itu ditunjuk sebagai “hakim tunggal”, hakim Pemda (lihat pasal 18 Peraturan Peradilan Pemerintahan Swapraja) oleh suatu Keputusan Pemerintah Swapraja yang disetujui oleh Residen.
Kedekatannya dengan Makassar menimbulkan gejala yang menggangu. yaitu bahwa penanganan persoalan-persoalan tidak selalu diselesaikan melalui jalur yang benar, maupun menurut hirarki yang seharusnya. Hal ini terjadi melalui berbagai cara :
1) Dinas-Dinas Negara yang baru serta Kementrian-kementriannya mencari kontak lokal secara langsung dalam kasus-kasus yang seharusnya ditangani secara hierarkis.
2) instansi Kepolisian dan Militer yang bertindak atas inSiatif sendiri di Onderafdeling; polisi (diluar masalah tehnis). yang melalui kepala onderaldeling menangani perkara-perkara melahi Komandan Detasemen.
3) Pemerintahan Swapraja yang melakukan kontak langsung dengan para kepala dinas, melakukan perjanjian dan sebagainya merupakan jalan terbaik, namun harus dengan sepengetahuan dan dengan persetujuan Assisten Residen.
Dengan terus menerus melakukan pengawasan, situasi ini sekarang sudah lebih teratur dibanding setahun yang lalu. Juga diperlukan kewaspadaan terhadap perampokan-perampokan oleh dinas-dinas swasta, yang beranggapan bahwa semua dapat dan boleh dilakukan tanpa persetujuan kepala Pemerintahan Setempat (H.P.B); Pemerintahan Swapraja belum cukup aktif dalam hal ini.
Perkembangan Demokrasi
Bahwa perkembangan demokratisasi lebih lanjut akan terjadi atas pemerintahan yang didasarkan atas kekuasaan feodal kerajaan ini nampaknya pasti Tanpa perubahan dalam hal ini, Parlemen akan merupakan perwakilan, namun bukan merupakan perwakilan Rakyat yang berazaskan demokrasi.ikut serta dalam menentukan nasib sendiri dalam masalah kenegaraan kemungkinan dalam dilingkungan daerah, jika belum dapat dimulai sekarang, setidaknya sudah mulai memperoleh tempat mencoba dan berkembang, sehingga juga dikalangan masyarakat bahwa masalah ini dapat dilewatkan begitu saja. Juga dalam hal ini pemerintahan setempat harus melakukan Persiapan dan belajar melakukan tindakan terobosan, menghantar para penduduk menyadari bahwa mereka bukan hanya obyek dari tindakan penguasa/pemerintahan dan pembentukan keteraturan sosial yang terorganisir, namun merupakan rekan dan berkepentingan, merupakan subyek dari ikatan ketatanegaraan itu sendiri. Bagaimanapun beragamnya metode-metode untuk mencapai tujuan ini, secara ringkas itu dapat dirumuskan sebagai berikut:
1) penyuluhan dan menyadarkan rakyat mengenai kebijakamkebijakan dan peraturan-peraturan.
2) sedapat mungkin melibatkan tehnisi pemerintahan dan non-pemerintahan, pekerja-pekerja sosiai dan semua yang menaruh perhatian dalam pembicaraanpembicaraan, persiapan-persiapan dari kebijakan»kebijakan, pendek kata dimana mungkin dalam pelaksanaan pemerintahan.
Pendeknya: pengumuman dan perundingan sebagai ganti dari pemerintah-pemerintah. Bukannya hal itu diprediksikan akan membawa sesuatu yang baru, namun metode, caranya bagaimana dan usaha menciptakan suasana penuh kepercayaanlah yang menentukan. Dengan cara ini dapat dilakukan kerja sama dalam pendidikan mereka-mereka yang dapat tampil sebagai wakil Rakyat, yang oleh perluasan wawasan dan pengalaman mereka, akhirnya dapat menggerakkan jiwa masyarakat itu sendiri.
Dalam prakteknya: menarik sebanyak mungkin perhatian pada rapat-rapat/pertemuanpertemuan (dengan kepala-kepala adat), membuat sebanyak mungkin variasi tempat pertemuan, melibatkan organisasi-oraganisasi bercorak sosial dalam tugas-tugas pemerintahan bidang sosial, mengundang ahliahli penyuluhan, sedapat mungkin mengikut sertakan para kepala-kepala adat dari lapisan terendah dalam perundingan dan diskusi, tetap melakukan hubungan dengan semua orang yang menaruh perhatian, pemberian penjelasan dan keterbukaan. Sedapat mungkin menggantikan hubungan-hubungan yang tidak demokratis serta juga hubungan pelaksanaan pemerintahan yang biasanya sudah kuno.
Untuk menerapkan hal ini kepada kepalakepala kaum bangsawan yang konservatif, yang berdasarkan insting mereka terkontaminasi oleh radikalisme yang berdasarkan pada faktor-faktor kepentingan diri sendiri, bukan merupakan hal yang sederhana.
Dalam menggambarkan hubungan Raja-Raja dengan kawulanya, sering-sering orang merujuk kepada diskusi simbolis yang terjadi saat Soma Ri Gowa dimahkotai, yaitu pembicaraan antara Patjtjala sebagai ketua dewan pemilih (Bate Salapang) dengan sang calon Raja, sebagai bukti bagi piagam rakyat yang dapat mendasari suatu penNakilan rakyat. Saya berpendapat ini tidak tepat; pembicaraan ini hanya menetapkan beberapa “kebebasan” jasmani dan harta milik; namun membiarkan Raja bertindak absolut terhadap keturunan manusia dalam batasannya. Jadi memang itu merupakan dasar bagi hak azasi manusia, namun bukan sumber kewenangan rakyat untuk ikut berbicara atau menentukan.
Segera setelah para pejabat ini benar-benar dapat mewujudkan keinginan dan kehendak orang-orang yang mereka wakili, dengan persetujuan mereka dan tidak hanya menjadi pelaksana dari perintah-perintah saja dan segera setelah para anggota Pemerintahan Swapraja ditetapkan dengan persetujuan mereka, maka akan dicapai perubahan yang penting. Dengan melibatkan para kepala distrik dalam pelaksanaan pemerintahan yang sekarang, bukan hanya seperti boneka tali, melainkan sebagai orang yang ikut berbicara, mengambil inisiatif, maka banyak yang dapat dicapai untuk pengembangan mereka, Namun keterikatan rakyat pada pemimpin-pemimpin berdasarkan keturunan memotong ditengah perkembangan ini, karena pemilihan mengenai siapa jadi pemimpin terjadi dalam lingkungan yang sangat terbatas. Juga untuk permasalahan ini diperlukan terobosan.
Demokratisasi terpimpin dan secara berangsur-angsur harus mengambil tempat pada lingkungan golongan menengah, baru kemudian kepada pimpinan masyarakat lapisan bawah dan pimpinan masyarakat adat lapisan atas.